Skip navigation

Meneropong Kebijakan Publik Bidang Pendidikan
Oleh I Nengah Laba, S.Pd., M.Hum.

TERCATAT 446 guru dari total 527 orang guru yang berhak mengikuti ujian sertifikasi telah lulus (BP, 9/10). Ini berarti, pemerintah wajib bertanggung jawab terhadap apa yang telah diputuskan, yakni memberikan tunjangan profesi guru (TPG). Namun, hal itu belum bisa dilakukan lantaran sertifikat sebagai bukti kelulusan belum ada formatnya. Sejauh ini pemerintah telah melahirkan kebijakan publik bidang pendidikan pelaksanaan ujian nasional (UN), Undang-undang Guru dan Dosen, dan Pergantian Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

—————————–

Refleksi Kebijakan UN

Dengan pertimbangan standardisasi pendidikan nasional, mekanisme evaluasi akhir jenjang pendidikan dilakukan oleh pemerintah pusat dengan melaksanakan ujian nasional.

Pemerintah juga membentuk tim pengawas dan tim pemantau independen untuk menghindari malpraktik pendidikan dalam bentuk kecurangan pembocoran soal-soal ujian. Akankah pemerintah juga membentuk tim pelapor UN?

Banyaknya tim bentukan pemerintah dalam pelaksanaan UN mengesankan pemerintah kurang bisa mempercayai institusi sekolah sebagai benteng pertama dan utama penyelenggaraan pendidikan formal, utamanya terkait dengan evaluasi akhir jenjang pendidikan.

Seperti yang tergambar dalam UN yang lalu, kenaikan standar kelulusan (passing grade) dan tidak akan ada ujian remidi membuat para peserta ujian dihantui rasa cemas. UN ternyata membawa kesan seram dan rasa cemas di kalangan siswa. Gambaran mutu pendidikan macam apa yang bisa diharapkan dari para siswa yang sedang dalam kondisi cemas? Kecemasan dalam menapaki dunia persekolahan hanya akan melahirkan gambaran mutu pendidikan yang palsu.

Banyak sekolah pada tahun ajaran 2006-2007 menyatakan kesiapan menghadapi UN dengan memberikan les tambahan dan melakukan bimbingan tes. Calon peserta ujian dijejali dengan teknik dan latihan menjawab soal-soal ujian. Para siswa menjadi jenuh dengan urusan sekolah. Sebab, menjelang UN hampir setiap hari mereka disuguhi menu yang sama, yakni contoh soal-soal ujian. Tanpa disadari pola semacam ini akan melahirkan akademisi instan dan membebani orangtua/wali siswa dengan biaya dadakan.

Pembenahan secara lebih komprehensif mesti dilakukan untuk mengimbangi kebijakan pelaksanaan UN. Pembenahan tersebut dapat diwujudkan melalui perbaikan proses pembelajaran, peningkatan fasilitas sarana dan prasarana penunjang pembelajaran, peningkatan kualitas guru dan penyempurnaan teknis penilaian yang bertumpu pada pola dan mekanisme evaluasi proses pembelajaran keseharian.

Kepedulian pada Guru

Menyimak pokok pikiran dan isi UU Guru dan Dosen, pemerintah berusaha bisa memberikan kepedulian kepada para guru. Kepedulian dimaksud, seperti tertuang dalam UU Guru dan Dosen No.14 Tahun 2005, ditunjukkan dengan memberikan jaminan keselamatan guru dalam menjalankan tugas-tugasnya dan peningkatan kesejahteraan guru dengan memberikan TPG setelah proses sertifikasi melalui ujian kompetensi.

Bisakah UU RI tentang Guru dan Dosen dijadikan perangkat oleh orde reformasi untuk mengubah nasib guru dari termarginalkan menjadi lebih terpandang? Pertanyaan ini mengemuka karena pengalaman menunjukkan konsep indah suatu kebijakan politik, termasuk dalam bidang pendidikan sering hanya ideal di atas kertas, tetapi hampa pada tataran praksis. Buktinya, pencairan TPG bagi para guru yang lulus ujian sertifikasi masih ngambang.

Persoalan juga muncul ketika kebijakan dimaksud tanpa dibarengi dengan upaya dan tindakan nyata dari pemerintah. UU Guru dan Dosen nyatanya belum bisa diimplementasikan secara menyeluruh karena harus menunggu tangan-tangan penguasa politik untuk segera menggodok peraturan pemerintah (PP) terkait dengan undang-undang dimaksud.

Akan tetapi, UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen telah membuat para guru dan calon guru muda beramai-ramai masuk kampus untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan dan Akta IV karena melihat peluang dari sisi kesejahteraan dan kenyamanan kerja sebagai guru. Para calon pencetak tunas bangsa ini akan sangat kecewa jika merasa dibohongi oleh pemerintah lewat bahasa undang-undang, yakni UU Guru dan Dosen.

Muatan Politis Kurikulum

Pembahasan kurikulum masih sering diintervensi oleh kepentingan birokrasi dan acapkali bermuatan politis. Konsekuensinya, pergantian kurikulum dengan berbagai alasan sering terjadi. Apakah target kurikulum hanya sebatas penyeragaman pola pikir dan daya analisis peserta didik sebagai hasil dari pendekatan kurikulum yang seragam? Apa yang tertuang dalam kurikulum idealnya merupakan hasil refleksi terhadap upaya pelaksanaan pendidikan yang dulu, kini dan di masa yang akan datang.

Merancang bentuk dan isi sekaligus mengimplementasikan kurikulum, dibutuhkan pemetaan serta pemikiran yang lebih komprehensif dari berbagai kalangan, terutama dari kaum akademisi dan praktisi pendidikan yang mengerti dan merasakan dampak langsung dari kebijakan pergantian kurikulum.

Sudahkah pergantian Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) berdasarkan kajian terhadap realitas kekinian dari kondisi sekolah dan para guru? Harus disadari dan untuk tidak terlalu tergesa-gesa mengganti kurikulum, pembuktian empiris dari efektif atau tidaknya kurikulum perlu waktu panjang dan kerja keras.

Teropong terhadap kebijakan publik bidang pendidikan tersebut hanyalah beberapa bentuk kontradiksi dalam pengelolaan sektor pendidikan di tanah air. Kontradiksi atau ketidakselarasan antara kebijakan dengan realitas pendidikan menjadi gambaran nyata bahwa kebijakan publik bidang pendidikan masih berkutat pada tataran politik. Untuk mengurangi kontradiksi dimaksud, pemerintah mestinya lebih memaksimalkan komunikasi dengan publik terhadap kebijakan-kebijakan pendidikan yang sudah dan akan diambil. Di samping itu, sedini mungkin melibatkan komponen masyarakat untuk mengkaji kebijakan publik bidang pendidikan karena yang mengerti masalah pendidikan tidak hanya para pejabat di tingkat elite politik.

Penulis, Ketua Komunitas Guru Kreatif, Manajer Labyos Learning Center Bali

———————

* Kecemasan dalam menapaki dunia persekolahan hanya akan melahirkan gambaran mutu pendidikan yang palsu.

* UU Guru dan Dosen nyatanya belum bisa diimplementasikan secara menyeluruh karena harus menunggu tangan-tangan penguasa politik untuk segera menggodok peraturan pemerintah (PP) terkait dengan undang-undang dimaksud.

* Pembahasan kurikulum masih sering diintervensi oleh kepentingan birokrasi dan acapkali bermuatan politis. Apa yang tertuang dalam kurikulum idealnya merupakan hasil refleksi terhadap upaya pelaksanaan pendidikan yang dulu, kini dan di masa yang akan datang.

Leave a comment